Kunci Keberhasilan Ibadah Haji: Berhaji Harus Ikhlas dan Sesuai Tuntunan

Berhaji Harus Ikhlas – Haji adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu. Namun, pelaksanaan ibadah haji tidak hanya sekadar fisik, tetapi juga membutuhkan aspek batin, yaitu ikhlas dan kesesuaian dengan tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya ikhlas dan kesesuaian dengan tuntunan Rasulullah dalam pelaksanaan ibadah haji.

1. Ikhlas dalam Berhaji: Ikhlas merupakan landasan utama dalam beribadah, termasuk ibadah haji. Ikhlas berarti melaksanakan ibadah semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan pujian atau pengakuan dari manusia. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita bahwa Allah menerima ibadah yang ikhlas. Ayat dalam Al-Qur’an menyatakan,

{قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا }

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: ‘Bahwa sesungguhnya sembahan kalian adalah sembahan Yang Esa’. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al Kahfi: 110).

Ibnul Qayyim juga menyatakan bahwa ikhlas adalah penting, dan orang yang ikhlas tidak mencari pujian manusia atau ganjaran dari selain Allah.

أي كَما أنهُ إلهٌ واحدٌ لاَ إلهَ سواهُ فَكذلكَ ينبغِي أَنْ تكُونَ العبادةُ لهُ وحدَهُ فَكمَا تَفَرَّدَ بِالالهيةِ يُحِبُّ أنْ يُفردَ بِالعبوديةِ فالعملُ الصالحُ هوَ الْخالِى مِن الرياءِ المُقَيَّدُ بِالسُّنةِ وَكان مِنْ دُعَاء عمرِ بنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْ عَمَلِى كلَّهُ صَالحِاً وَاجْعَلْهُ لِوَجْهِكَ خَالِصاً وَلاَ تَجْعَلْ لِأَحَدٍ فِيْهِ شَيْئاً

 “Sebagaimana Allah adalah sembahan satu-satu-Nya, tidak ada sesembahan selain-Nya, maka demikian pula seharusnya ibadah hanya milik-Nya semata, sebagaimana Allah satu-satu-Nya di dalam perkara kekuasaan, maka Dia menyukai disendirikan dalam hal peribadatan. Jadi, amal shalih adalah amal perbuatan yang terlepas dari riya’ dan yang terikat dengan sunnah. Termasuk doa Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu adalah “Allahummaj’al ‘amali kullaha shoolihan waj’al liwajhika kholishon wa la taj’al li ahadin fihi syai-an” (Wahai Allah, jadikanlah seluruh amalku sebagai amal shalih/baik dan jadikanlah amalanku hanya murni untuk wajah-Mu dan janganlah jadikan dalam amalku sedikitpun untuk seorang makhluk). Lihat Kitab Al Jawab Al Kafi.

2. Sesuai Tuntunan Rasulullah dalam Berhaji: Selain ikhlas, berhaji juga harus sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah adalah contoh sempurna dalam melaksanakan ibadah haji, dan kita harus mengikuti tuntunannya dengan cermat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى لاَ أَحُجُّ بَعْدَ عَامِى هَذَا

“Wahai manusia, ambilah manasik kalian (dariku), karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah tahun ini.” (HR. Muslim).

Dalam pelaksanaan haji, kita harus mengikuti langkah-langkah dan ritual yang diajarkan oleh Rasulullah, seperti tawaf, sa’i, dan wukuf di Arafah. Tidak akan ada lurusnya ibadah haji jika tidak sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan oleh Rasulullah.

Ibadah haji adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu. Namun, keberhasilan haji tidak hanya terletak pada pelaksanaan fisiknya, tetapi juga pada ikhlasnya niat dan kesesuaian dengan tuntunan Rasulullah. Ikhlas dan mutaba’ah (kesesuaian dengan tuntunan) adalah dua syarat penting agar ibadah haji kita diterima oleh Allah. Semoga Allah memberikan kita semua kemampuan untuk melaksanakan haji dengan ikhlas dan sesuai dengan petunjuk Rasulullah, sehingga kita dapat meraih haji yang mabrur.

www.fajriumroh.com

Artikel Lainnya